Berlebaran Tak Cukup Broadcast Pesan
Idul
Fitri akan segera tiba dalam hitungan jam. Besok pagi keluarga dan handai
taulan akan bergegas ke masjid, bersama ratusan orang lainnya. Wajah-wajah mereka
ceria dan hati dipenuhi suka cita, bukan karena baju koko baru dan mukena baru
itu, namun karena ada bahagia di satu Syawal. Yah, hari pertama selepas
Ramadhan adalah tentang bergembira dan pemaafan pada segalanya.
Kita
kemudian akan melupakan sejenak pertempuran Juli kemarin. Para orang tua akan
duduk tegak, dan anak, menantu serta cucu akan membungkuk. Menengadahkan kedua
telapak tangan, memohon maaf atas salah dan khilaf setahun lalu. Sanak keluarga
akan datang berkunjung dan berjumpa seraya bertangisan. Sepupu jauh meski letih
sehabis jet lag, akan tersenyum bahagia menjumpai orang tua dan keluarga.
Sesudahnya,
riuh rendah ruang keluarga dan dapur dipenuhi seperadik saudara datang bertamu,
sembari membelah ketupat dan menakar rendang, menuang sup, mencicipi sambal
bawang, memotong kecil lepat, menyendoki gulai ayam panas kemudian menyajikan
dan melahapnya diatas meja bertaplak kain baru bermotif bunga kenanga.
Tak
lama setelahnya, para lelaki akan berduyun-duyun ke masjid untuk Nganggung.
Membawa ketupat dan lauk pauknya dalam piring-piring_berinisial agar tak
tertukar_dalam Dulang warna merah hijau dan kuning. Di masjid, kita kembali
lagi bersalam-salaman dengan tetangga, kawan lama, kawan kerja, sepupu dua dan
tiga. Berbincang santai namun penuh energi dalam even Sepintu Sedulang itu.
Meskipun
sudah dua hari dua malam, anak perempuan kita akan sibuk ber es em es ria,
broadcast pesan dipenuhi kata-kata mutiara terdalam bertema pemaafan. Para
lelakinya akan merancang rute bertamu. Maklum, sejak sebulan lalu, baju model
baru dan jeans KW 1 harga diskon sudah dipersiapkan pada hari yang sangat spesial
ini. Facebook dan Twitter akan dipenuhi foto selfie yang islami. Toples dipenuhi
ragam kue kering akan di tag dan diupload via Instagram lewat smartphone baru
itu. Tak lupa pesan simpatik, mohon maaf dan ajakan bertamu ke rumah.
Kita
benar-benar melupakan pertikaian. Untuk libur dua hari itu, kita akan berbicara
tentang cerita hidup masa lalu. Tentang berapa jumlah anak yang kita punya
berikut cerita a sampai z sikap dan prilakunya. Kita akan berbicara, pohon
rambutan yang mulai memerah itu. Tentu juga tak lupa tentang banjir bandang
durian akhir-akhir ini. Kita akan amnesia sejenak pada pertikaian yang telah
lalu.
Itu
lah Idul Fitri, pada hari pertama dan keduanya kita akan menjadi pribadi
penggembira dan penyuka sesama. Malahan tak cukup dua hari, jika dipandang
perlu dan memungkinkan, lebaran bisa dipanjangkan hingga satu minggu. Itu lah
realitas hari nan fitri. Kita kembali bersih setelah berpuasa satu bulan
lamanya itu.
Tak
perlu banyak pemikiran ilmiah atau analisis psikososial untuk menyikapi mengapa
kita begitu bahagia di hari lebaran. Sebab itu akan membuat lebaran anda
menjadi tanda tanya. Anda akan menjadi pribadi yang kompleks dan misterius. Anda
akan jadi lain sendiri, ditengah senda guara sanak saudara berbincang di atas
meja makan.
Ia
tak perlu dipertanyakan, sebab lebaran harus dirayakan. Janganlah mempertanyakan
jumlah daging dan lemak jenuh tinggi yang ada di masakan rendang dan gulai.
Atau menguliti ekses ekonomi biaya tinggi gara-gara ramai orang belanja baju
lebaran. Atau menyumpahi operator seluler gara-gara pesan terlambat masuk.
Saya
juga tak menyarankan anda untuk berlebay ria menjadi pribadi yang melankolis
sembari menulis di status facebook, “Lebaran tak berarti baju baru”, atau , “
Lebaran di rumah saja, nikmati kue, lalu mati lampu dan tidur cepat,” atau
lebih jauh “ Tak apa-apa lebaran kali ini, biar tak punya pacar”.
Manfaatkanlah
momen lebaran untuk bertamu. Budaya bertamu harus dijaga dan dikembangkan. Itulah
media paling aduhai untuk pererat silaturahmi. Tak pake BBM, Chatting atau Email
sekalipun. Tak cukup juga posting pesan berantai, atau broadcast pesan via BBM
dan Line. Pakailah baju baru dan celana baru itu untuk menghormati tuan rumah
sekaligus tamu. Terimalah ajakan teman untuk berkunjung ke sanak saudara.
Nikmatilah suguhan ketupat tuan rumah. Percayalah momen itu sangat
membahagiakan anda.
Maksud
saya, berlebaran lah. Benar-benar berlebaran!. Jangan pusing juga tak ada baju
baru atau handphone baru. Nikmati saja momen indah itu paling tidak bersama
orang yang anda cintai.
Sebab
saya yakin anda dan saya telah menjadi pribadi yang dewasa dan matang karena puasa
telah menempa kita begitu. Kita pada dasarnya telah melewati pit stop kehidupan
dimana daya juang telah dibina fisik dan rukhiyah. Kita telah mampu menahan
gempuran hawa nafsu dan godaan duniawi. Sehingga lebaran kali ini seyogyanya akan
lebih mendamaikan diri.
Di
tengah kondisi pertimahan yang naik turun ini, listrik yang anget-anget taik
ayam itu, serta lelah dalam pertempuran Juli lalu, manfaatkanlah momen ini
untuk berdamai. Saya malah berpikir seharusnya lebaran bisa tiap bulan, namun
tentu saja disertai Ramadan.
Pesan
saya dari jauh, Minal Aidin Wal Faidzin, Semoga keberkahan pada diri semua.
Maafkan salah dan khilaf pada anda semua. (Aksansanjaya)
1 komentar untuk "Berlebaran Tak Cukup Broadcast Pesan"
Boleh minta contactnya? rencana saya ingin mengambil foto pre wedd di Bangka/belitung.
Terima kasih.