Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kampanye Hijau; Why not?


Himpunan Pecinta Alam Pucuk Idat
Dunia makin mengecil, internet memainkan perannya. Orang tak perlu biaya transportasi dan waktu berhari-hari agar informasi bisa sampai ke orang lain di benua sana. Semuanya bisa sekejap mata. Detik ini informasi diposting, detik kemudian ia dibaca online lewat gadget yang mobile.

Begitulah dunia kini. Sebuah kampung besar, Globalvillage. Jarak geografis tidak lagi terbaca jelas. Orang menjadi egaliter dan mandiri memilih dan mengemas pesan. Ada bentuk interaktif tersendiri. Ada sebuah kehebohan internal dan pengaruh-pengaruh pada diri sendiri. 

Internet melahirkan sistem komunikasi yang baru. Internet tak sama dengan bentuk komunikasi massa, ia malah lebih dari itu, ia mencakup interpersonal bahkan grup. Orang Bangka bilang, konsep Raup Abu, segala bentuk ada di dalamnya. 


Wajar kini adalah era teknologi informasi. Media konvensional pun berlomba-lomba mengadaptasi diri agar tak termakan di pasar sendiri. Anda bisa jumpai pada kompas.com, tempo.com atau detik.com lengkap dengan versi mobile gadgetnya.
Jadi dengan segala kelebihannya itu, Pemilik pesan punya kemudahan dan fasilitas bagaimana informasi seharusnya sampai dan dimaknai dengan persepsi tertentu. 

Kampanye Hijau

Ini bukan kampanye untuk meraih suara terkait dukungan politis. Ini juga bukan bentuk demo terkait kebijakan pemerintah. Ini semacam pernyataan diri untuk berpihak pada lingkungan. Terkait pada upaya-upaya yang proaktif dan positif untuk mencintai keseimbangan alam.

Serta pada pernyataan diri bahwa kita sebagai warga negara berhak pada kehidupan yang lebih baik termasuk pada lingkungan yang lebih baik.  Tentu saja pernyataan ini bukan cuma sebatas hak saja namun dibarengi dengan tanggung jawab. Bahwasanya keseimbangan alam adalah kewajiban semua manusia untuk menjaganya.

Disinilah kampanye, sebuah tindakan konkrit untuk aksi penyadaran dan penyelamatan lingkungan menjadi kebutuhan. Terutama di provinsi Bangka Belitung yang kita cintai. 

Dan sebagai sebuah kampanye, yang dimaknai sebagai proses penyampaian pesan harusnya melalui media agar tersampaikan ke orang banyak.  Dalam hal ini, saya tak hendak menganjurkannya lewat baligho, spanduk, buku ataupun Koran. Namun lakukanlah secara online lewat teknologi internet!.

Lakukanlah proses kampanye itu lewat Media Kini, New media dalam konsep komunikasi. Sebuah media baru yang muncul akibat perkembangan teknologi komunikasi, yakni internet. Dampaknya melahirkan konsep citizen net, blogger, online journalism atau partisipatory journalism. Fenomena lahirnya jurnalis dari warga biasa. 

Ada beberapa macam cara dan jenis media online untuk melakukan kampanye hijau. 

Yang pertama adalah memanfaatkan situs jejaring sosial semacam Facebook (FB). Situs pertemanan ini dapat menjadi wadah efektif dalam menyampaikan pesan-pesan lingkungan. Untuk Indonesia, ternyata pengguna FB termasuk nomor empat terbesar di dunia dengan 50 juta pengguna. Hal ini menjadi target pesan yang potensial. 

Kedua, bisa memanfaatkan jalur media sosial semacam blog. Blog atau web log pada dasarnya adalah sebuah aplikasi yang disediakan oleh sebuah situs untuk berdiskusi atau sebagai forum untuk perbincangan. Sekarang penggunaanya bisa macam-macam, dari mulai blog ilmiah hingga blog buat cari muka. Diperkirakan ada sekitar 160 juta blog diseluruh dunia. Ini juga kemudahan tersendiri. Ada bilik buat berekpresi online.

Bisa pula menggunakan microblog semacam, Twitter. Pesan pendek bisa berupa teks atau foto bisa dengan mudah disampaikan lewat gadget atau smartphone. Meski tidak berada di depan komputer. Selanjutnya, gunakanlah situs forum komunitas, semacam kaskus.co.id atau detikforum.com untuk menyebarkan ide penyelamatan lingkungan. 

Aktifitas kampanye semacam ini tidaklah mahal dan ribet. Sebab ia tidak memerlukan proses yang komplek. Hanya cukup berfikir dan riset itu pun kalau perlu. Tinggal posting atau upload saja. Tidak memerlukan biaya mahal, untuk sekali posting di facebook tidak perlu biaya jutaan seperti halnya cetak buku atau spanduk. 

Yang menjadi tantangan adalah pada ide dan pengemasan pesannya. Saya pikir ini sifatnya personal. Sebab kita memang bermain di media yang juga personal. Memunculkan ide mengenai isu apa yang hendak disampaikan bersifat private. Dan inilah keunggulannya. Semua orang tidak terbebani pada standar baku atau aturan main tertentu. Semisal gaya bahasa atau aturan baku bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahkan kata dan kalimat Alay pun bisa dimainkan sebagai aksesoris pesan.  

Contoh kecilnya, ingin berbicara mengenai sampah, kata-kata seperti “Buanglah sampah pada tempatnya”, semacam quotes bisa ditweet di Twitter. Atau tema besar seperti artikel Stop illegal mining, atau Illegal fishing menjadi ampuh bila diposting di blog. 

Bagi penyuka foto, isu yang bisa dimainkan tentu saja foto tentang dampak penambangan timah, terumbu karang yang rusak atau perbukitan yang gundul. Hal ini bisa memancing emosi khalayak. Termasuk yang suka video, situs media social semacam Youtube.com memungkinkah ada mengunggah video bertema lingkungan dan usaha penyelamatannya.

Bentuk kemasan disesuaikan dengan kesukaan pribadi masing-masing. Dan internet menyediakan media untuk penyalurannya. Manfaatkanlah itu. Poin terpenting dari aksi ini adalah isu penyelamatan lingkungan.  Bentuk kemasan boleh berbeda, namun isu yang digulirkan adalah kampanye hijau. Penyadaran lingkungan.

Yang termasuk bagian penting ketika menyalurkan informasi adalah prinsip-prinsip akurasi, orisinalitas dan akuntabel wajib ditaati. Ini untuk menjaga agar pesan yang disampaikan objektif. Atau jika ingin menyalin kutipan dengan copy paste, sebutkan sumber aslinya. Ini penting untuk menjaga kepercayaan audience.

Bill Kovach menjelaskannya panjang lebar dalam Blur: How to Know What's True inthe Age of Information Overload. Bahwasanya setiap orang dapat dan mampu menjadi produsen informasi layaknya institusi pers. Meski dampak negatifnya melahirkan informasi yang ngawur namun masyarakat tetap perlu informasi yang bermutu. Disinilah kemampuan dan kredibilitas produsen informasi ditentukan. 

Isu lingkungan mesti sering-sering didengungkan, ketika bumi Serumpun Sebalai ini saban hari dieksploitasi. Darat dan lautnya tak henti-henti digali. Bukan menolak industri pertambangan, tapi menolak pertambangan yang tidak menghormati alam. Hutan makin menipis, perkebunan kalah oleh tanaman asing yang sekarang membukit. Asing dalam artian, sejak dahulu tidak dikenal. Lada dan karet kalah pamor. Pribadi petani itu tergantikan oleh investor besar. Yang rumahnya saja tak pernah kita lewati ketika lebaran tiba.

Entah apa yang ada di pikiran Friends of theEarth itu, mewawancarai banyak orang, dari mulai pelimbang timah hingga dosen. Mereka, LSM itu datang jauh-jauh dari Inggris hanya untuk mendapatkan data dan fakta mengenai industri timah. Kita pun tak pernah dengar siapa mereka gerangan. 

Namun mereka berbuat, mereka mengkampanyekan protes untuk Samsung dan Apple, raksasa teknologi informasi ini diprotes karena menggunakan timah Bangka hasil penambangan yang tidak suistanable dengan cara-cara yang merusak alam. Kita perlu berterimakasih pada mereka.

Saya jadi teringat juga bagaimana kawan-kawan di Belitong, menggelar aksi dukungan FB, “Save Belitong”. Aksi menolak masuknya kapal isap ke perairan Belitong. Ramai yang dukung di media online terutama FB. Alhasil, rencana ini batal untuk sementara ini. Ini bukti bahwa gaung media online bisa menghujam dan menggetarkan.

Ini waktunya berbuat, tidak perlu hal besar. Lakukanlah sederhana dan sesuai kapasitas personal. Media online memudahkan kita untuk berbuat. Siapapun anda  berkewajiban menjaga lingkungan terutama yang merasa urang Bangka dan Belitong.***

*Penulis adalah Pengajar STISIPOL P.12 & Sekretaris HIMPA PUCUK IDAT

Posting Komentar untuk "Kampanye Hijau; Why not?"