Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengejar Belitong


Meskipun dekat dengan Bangka, pulau Belitung ternyata perlu waktu lama untuk saya singgahi. Keinginan mengunjungi pulau ini begitu besar. Bukan karena saya berasal dari Belitong, namun ini karena faktor hasrat yang luas biasa terendap akan alam pulaunya. Sebelumnya, saya cuma bisa lihat saja di internet dan nonton tivi perihal betapa amazing nya saudara Bangka ini. 


sunset di bukit Berahu

Awal Juni kemarin, kesempatan itu datang. Bertepatan dengan cuti. Langsung saja dimanfaatkan ke Belitong. Pulau yang dalam banyak forum disebut Pulau Laskar Pelangi ini. Penduduknya lebih suka menyebutnya Belitong. Dalam referensi maya, Wikipedia.com, Belitung atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Serta akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.


Tak susah untuk ke Belitong, orang luar atau wisatawan cukup memanfaatkan transportasi udara atau laut. Jaraknya tak juga jauh. Dari Jakarta cuma perlu sekitar 50 menit saja. Harganya bervariasi tergantung maskapai mana yang digunakan. Dari yang 500 ribu hingga satu jutaan lebih. Bagi orang Bangka, ke Belitong biasanya dengan perahu cepat yang memakan waktu sekira 5 jam perjalanan. Via selat Gaspar, selat yang menghubungkan Bangka dengan Belitong.

Kesempatan ke Belitong, saya manfaatkan betul. Sebab ada tiga hari maksimal yang tersedia. Lima hari di belitong itu termasuk hari berangkat dan pulangnya. Jadi efektif nya tiga hari. Hari Minggu, Senin dan Selasa. Plot pulang sudah ditentukan hari Rabu. 

Hari pertama, saya mengelilingi daerah Membalong, sebuah kecamatan terluas di daerah Kabupaten Belitong. Jaraknya sekitar 80 km dari Tanjung Pandang, ibu kota Kabupaten Belitong. Kami mengunjungi sejumlah pantai yang ada di Membalong, daerah pantai Rusa, pantai batu Belah, pantai Seruu. Pantai di daerah sini terbilang bagus, umumnya sama dengan di Bangka. Namun investor sudah mulai melirik kawasan ini. Harga tanah di Membalong bisa berapa kali lipat, semenjak Belitong jadi idaman spot wisata. Berbeda dengan di Bangka, harga tanah bisa saja berkali lipat namun bukan untuk investasi jangka panjang, namun untuk diekploitasi kekayaan timahnya.

Lepas dari Membalong kami menyempatkan diri untuk mampir ke Manggar, sebuah ibukota Kabupaten Belitung Timur. Namun perjalanan yang mengitari Membalong- Manggar via Jalan Lintas Tengah ini ternyata memakan waktu yang tak sebentar. Lepas dari manggar, hari beranjak malam. Niat untuk ke Tanjung tinggi dan pantai eksotis lainnya ditangguhkan esok hari. Untungnya supir rental janji mau antar.

Hari kedua, Senin, ini hari kerja teman yg jadi guide kebetulan dinas jadi PNS. Mau tak mau karena belum hafal jalan, pagi hingga sore yang begitu cerah dan langit biru itu terlewatkan begitu saja. Santai dirumah, rada menyesal campur aduk. Untuk diketahui untuk jenis fotografi landscape, faktor cuaca adalah penentu keberhasilan foto. 

Lepas pukul empat, teman ajak ke  Tanjung Tinggi, obyek wisata terkenal. Sampai sekitar pukul lima lewat, hari beranjak sore. Cuaca otomatis tak seterang siang. Akibatnya  hasil foto tak bisa maksimal menangkap batu-batu besar granit sebesar rumah itu. Agak kecewa juga. Apalagi tak membawa tripod dan filter pendukung, ND. Terkesan agak dipaksakan perjalan sore ini.  Belum lagi keterlambatan ditambah dengan perbaikan jalan yang kini dilakukan pemerintah menyambut Sail Belitong nanti.

sunset di Tanjung Tinggi

pantai Batu Belah

bebatuan di tanjung Tinggi






Posting Komentar untuk "Mengejar Belitong"