Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Vertikalisasi Keyakinan

Ini momen detoksifikasi. Penyucian diri dan juga jiwa. Setahun sekali, Ramadhan menjumpai. Satu Milyar lebih, umat akan menahan diri dari makan dan minum. Demi sebuah keyakinan. Sebuah ideologi sejak 1400 abad lampau dicetuskan. Berpantang ini bukanlah sebuah hal dibuat (tradisi atau budaya), namun karena sebuah hubungan atas dan bawah. Vertikalisasi !.

Bukan mempersoalkan tahan untuk tidak makan atau minum, namun lebih dari itu. Ada kepasrahan. Ada perlombaan. Pasrah bahwa manusia adalah sesosok makhluk. Dan ia memang diciptakan. Kepasrahan total, atau dalam nada lain ia bermakna tawakal. Sadar dan pasrah bahwa berpantang adalah penyerahan diri pada sang Khalik, pencipta dari zat yang ada di semesta. Lepas dari semua atribut sosial, dimana bulan ini, kita adalah sama di hadapannya.

Ada nuansa perlombaan. Tentang bagaimana kita bergiat memperbanyak amalan. Merajinkan diri untuk selalu tawaddu dan merunduk. Lebih dari 17 kali mencium tanah. Memberi bukan sekenanya, tapi berniat menghilangkan rasa tak nyaman, sehingga senyum itulah yang menyala ketika tangan kanan menelungkupkan kepada terkasih. Tiada sesal.

Yah, tiada sesal atau sengaja membikin kesal orang lain. Ucapan sengaja dijaga. Direndahkan sebagai sikap bersahaja. Semua yang keluar dari mulut adalah kemurnian keberagamaan. Totalitas pada sikap tawaddu' tadi.

Puasa juga seperti pohon karet belakang rumah, yang suatu ketika meranggas. Namun bukan berarti mati. Ia akan hidup pada masanya. Berdaun semakin hijau lalu rimbun. Membesar dan menaungi organisme dibawahnya. Seperti itu lah kita, semakin banyak berpuasa, semakin tua usia. Seharusnya semakin bermanfaat bagi sesama.

Puasa ibarat tes keimanan. 30 hari akan merupakan masa penggemblengan. Suka atau tidak, mau atau tidak mau, ia adalah waktu yang datang menyapa. Seberapa jauh kadar iman, akan terindikasi kurang lebih sebulan ini.***

Posting Komentar untuk "Vertikalisasi Keyakinan"