Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Ibu Manfaatkan Teknologi

Jika di rumah tidak disediakan komputer, mungkin Ibu saya tidak akan pernah tahu seperti apa bentuknya. Bukan mendramatisir, namun pengandaian ini kiranya benar. Sebab bagi Ibu, yang kesehariannya mengurus rumah tangga, untuk menononton televisi saja kadang tak sempat. Berplesir pun jarang. 

Ceritanya lima tahun lalu. Komputer itu datang tak lama ketika kakak tertua dapat proyek. Jadi komputer ini inventaris kantor. Namun karena tak punya kantor, masing-masing dititipkan ke rumah panitia. Kakak dapat satu. Berkah juga bagi kami. Seumur-umur memang tak punya komputer. Saya dan Kakak semasa kuliah tak punya komputer. Adik saya, ketiganya wanita. Yang pertama memanfaatkannnya bikin skripsi. Sedang yang nomor tiga dan empat, sebatas main game dan ketik-ketik asal.

Namun saya tak membayangkan pengaruhnya pada ibu saya. Lucu juga awalnya. Ibu menganggap biasa ketika komputer datang. Seperti halnya bapak. Lewat beberapa bulan, beliau tampak mulai tertarik pada benda satu ini. Kebiasaannya ngumpul bersama adik-adik di malam hari. Lalu melihat mereka bermain game di komputer rupanya menarik hati Ibu. 


Adik-adik lah yang mengajari Ibu. Awalnya bermain game kartu. Esok-esoknya saya salut lagi, ia tak perlu lagi minta bantu adik menghidupkan komputer. Ia ternyata sudah bisa menghidupkannya. Lantas mencari sendiri program game yang dia suka. Luar biasa menurut saya. Kalau komputer rusak, bukan saya atau adik-adik yang heboh, namun ibu yang panik.
Karena komputer lah, ibu saya memahami betapa teknologi sekarang mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Ia akan memarahi saya atau adik-adik yang keseringan bermain game. Beliau pula yang mendorong, bapak untuk berlangganan  internet. 

Meski Beliau tak mengerti apa dan bagaimana teknologi berkembang. Namun untuk seorang yang tamatan Sekolah Dasar, ia adalah guru yang luar biasa. 

Wanita memiliki feeling yang lebih kuat dibanding pria. Saya tak bisa menceritakan secara pasti bagaimana feeling itu bekerja. Namun, ia tahu bahwa teknologi baik komputer dan internet adalah baik bagi pendidikan anaknya. Meskipun ia tak mengenal sebelumnya.

Lima tahun lalu ibu saya tahu bagaimana menggunakan komputer. Kini saya punya no Handphone nya sendiri. Beliau sudah punya handphone sendiri. Meski pun bekas adik saya. Dan beliau sangat jeli memanfaatkannya.

Dulu saya ingat, untuk menelpon saya yang kuliah jauh di Bandung, beliau harus antri di wartel nunggu giliran. Itu pun malam hari. Kini, beliau dengan senangnya bisa mengobrol dengan adik perempuan saya yang ada di Surabaya. Adik saya telah menikah dan punya momongan. Ke Surabaya ikut suami kuliah.

Beliau tak lagi menggunakan saluran telepon. Cukup menekan tombol di handphone nya. Ia bisa mengecek kondisi anak-anaknya. Menanyakan kabar cucu yang kini sudah ada tiga orang. Baginya via telepon tidak cukup efektif, sebab tagihannya lebih mahal dan susah di kontrol biayanya.

Seperti pada tahun 1900 silam, Saya ingat cerita Kartini, ketika berkirim surat kepada teman-temannya di  Eropa sana. Rangkaian-rangkaian pemikiran itu tumbuh berkembang. Menggeliat dari jiwa terdalam. Bahwa perempuan juga punya kuasa. 

Ibu, dan perempuan lain di muka bumi ini tak melulu berhadapan dengan meja, ranjang atau tali jemuran. Dan saya pun menyadari bahwa, kita sebagai bangsa Indonesia tak lagi berada di perdebatan horizontal ini. Kita pun telah keluar dari kultur, man power only!.

Ibu saya mencintai keluarganya dengan caranya. Saya juga tak mengharapkannya untuk bisa menggunakan blackberry atau I Pad. Atau kemana-mana membawa laptop multimedia. Sebab ia memang tak memerlukannya sangat untuk saat ini.

Ia melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Teknologi itu adalah alat saja baginya. Tak lebih. Ia masih ke kebun. Namun kali ini tak cuma membawa membawa bekal dan caping. Ia juga membawa sebuah handphone. Sewaktu-waktu bisa ia gunakan untuk mengecek rumah. Menelpon anak-anaknya yang di rumah. Untuk mengangkat kain apabila hujan atau mengingatkan untuk menanak nasi.

Hidup di zaman penuh dengan ledakan teknologi informasi ini. Kita mau tidak mau menyesuaikan diri. Produk-produk berteknologi tinggi bermunculan dengan kecepatan yang luar biasa. Tak cuma pria, Perempuan pun telah memafaatkannya dengan begitu baik.

Teknologi informasi tak lagi membuat batas-batas, ia bahkan mendekatkan. Dan setiap orang menggunakannya dengan beragam cara dan tujuan. Apakah untuk sebuah kontak bisnis, outlet maya atau marketing produk. Semuanya bisa dilakukan dengan begitu mudah nya.

Perempuan masa kini adalah perempuan yang melek teknologi. Dan saya berfikir, mereka akan menjadi perempuan terbaik apabila bisa memberi inspirasi  bagi semua orang. Teknologi sekarang malah akan memudahkan mereka untuk menjadi Kartini-Kartini selanjutnya. Cinta Pengetahuan dan cinta keluarga tentu saja. (Aksansanjaya)



4 komentar untuk "Bagaimana Ibu Manfaatkan Teknologi"

Aan 22 April 2011 pukul 00.46 Hapus Komentar
Gaya tulisan yang satu ini, membuat saya melayang, berfikri bahwa penulis adalah sastrawan berkelas.Posting ini beda, dengan yang biasa ku baca.

Cerita tentang keluarga,teknologi dan mengaitkannya dengan warna Hari Kartini, sunguh unik. Jarang.

Ku hanya berharap, semoga makin banyak keluarga, dan kartini-kartini masa kini yang dipermuadah untuk mengakses Teknologi. Biar mereka juga melek, menjadi kertini yag modern.

Bagi kartini yang kebetulan sudah melek teknologi,semoga mereka tak latah dan lalai. Kebablasan.
bloggerbangka 25 April 2011 pukul 14.58 Hapus Komentar
Makasih bang Aan, tulisan ini mencoba untuk jujur.

tulisan awak biase saja, tak luar biasa.jadi gak enak hati sama blogger lain log...

kita sama berharap, Kartini adalah penyematan bagi wanita-wanita yang cerdas, cinta keluarga...
TUKANG CoLoNG 26 April 2011 pukul 16.02 Hapus Komentar
aku sempet baca buku yang isinya serupa ama artikel ini. Judulnya Emak-emak fesbuker mencari cinta. baca deh
bloggerbangka 6 Mei 2011 pukul 10.20 Hapus Komentar
@jadi penasaran sama buku tersebut, tampaknya menarik, trims info nya kang